Penerapan Devops diyakini menjadi kunci bagi perusahaan atau organisasi dalam mengembangkan aplikasi yang benar-benar bisa menjawab kebutuhan pelanggan yang terus berubah. Namun, berdasarkan penelitian 2ndWatch terhadap lebih dari 1000 profesional TIK , level manajer hingga direktur, sekitar tujuh puluh delapan persen mengakui perusahaannya masih memisahkan antara tim infrastruktur atau operasional dengan tim pengembangan aplikasi. Sebagai informasi, 8 dari setiap 10 responden mengungkapkan perusahaan saat ini masih mengandalkan infrastructure-as-code tools, automation dan CI/CD pipelines yang belum bisa didefinisikan sebagai Devops dalam pengembangan aplikasi.
2ndWatch menyebutkan dengan kondisi seperti itu, bisa dipastikan masih jauh perjalanan enterprise untuk dapat benar-benar menerapkan Devops. Dalam prakteknya Devops menuntut kolaborasi antara para engineer operasional sistem dan pengembangan aplikasi, mulai dari perencanaan, pembuatan desain, pengembangan, penggunaan hingga dukungan saat aplikasi tersebut sudah dipakai perusahaan atau organisasi. Penggunaan tools oleh tim dari pengembangan maupun operasional serta metodologinya saja belum bisa dianggap benar-benar menerapkan Devops. Kuncinya adalah pada kolaborasi yang baik antar berbagai tim menjadi layaknya satu tim itu sendiri.
Fakta di atas memang cukup mengejutkan. Sebab saat ini aplikasi sangat penting peranannya dalam industri dan secara masif dimanfaatkan sebagai penggerak roda bisnis. Tak sedikit pihak yang bahkan menyebutkan saat ini adalah era ekonomi berbasis aplikasi. Memang, ada sebagian pihak yang menyebutnya ‘lebay’. Tetapi jika melihat tren saat ini bisa jadi hal tersebut tidak berlebihan. Lihat saja dari mulai bangun tidur. Hal pertama yang umum kita lakukan adalah mengecek smartphone kita yang notabene melihat aplikasi; layanan transportasi, pesan antar makanan, atau paling minimal adalah aplikasi messaging.
Lalu, kalau kita melihat perusahaan atau organisasi, saat ini kita justru akan kesulitan jika harus menyebutkan yang belum membuat aplikasi. Perusahaan asuransi saat ini banyak yang menyediakan aplikasi yang memungkinkan nasabahnya mengajukan klaim, memeriksa status, hingga membayar premi mereka dari perangkat seluler mereka. Bank menyediakan layanan berbasis aplikasi untuk menerima setoran, memeriksa aktivitas akun, membayar tagihan hingga melihat transaksi dari smartphone. Retailer juga tidak ketinggalan, pelanggannya bisa menemukan kupon, melihat penawaran lokal kepada pengguna melalui GPS dan menyiapkan daftar belanja dari perangkat seluler mereka. Pendek kata apapun kebutuhan pelanggan mulai bangun tidur hingga saat kembali ke peraduan bisa dipenuhi dan dilakukan tanpa harus beranjak dari tempat tinggalnya. Semua itu adalah berkah dari aplikasi!
Menurut Andre Kurniawan, team leader open source solution, PT Inovasi Informatika Indonesia(i3) di era digital ini aplikasi sudah menjadi komponen vital bagi keberlangsungan bisnis. Bahkan dengan perkembangan teknologi cara-cara berbisnis yang baru bermunculan. “Lihatlah Bukalapak dan Gojek sebagai contoh. Dengan website dan sebuah aplikasi mereka bisa menjadi sebuah perusahaan yang memiliki nilai jutaan dolar,” kata Andre.
Tak dapat dipungkiri bahwa dengan adanya aplikasi membawa berbagai keuntungan. Maka tak heran apabila riset Market Research Report memprediksi bahwa pasar untuk pengembangan aplikasi mobile akan mencapai USD 100 miliar di 2022. Terlebih lagi, dengan kebutuhan bisnis dan pelanggan yang kian dinamis, bisnis dituntut untuk dapat memberikan nilai tambah secara cepat melalui fitur-fitur aplikasi yang mereka tawarkan. Hal ini membuat bisnis merubah cara mereka untuk mendesain dan mengembangkan aplikasi. Pada akhirnya, para pebisnis bertujuan untuk mempercepat proses pembuatan aplikasi tanpa mengorbankan kualitas serta fitur dari aplikasi tersebut.
Disitulah Devops menawarkan solusi. Menurut Andre proses pengembangan software yang dulunya terbagi-bagi (siloed) berdasarkan departemen TI, digabungkan menjadi satu dalam sharing platform yang sama, yaitu container. Hal ini tentunya akan meningkatkan kolaborasi di antara tim software developer dan tim IT operations. “Devops memungkinkan, proses pengembangan software bisa lebih cepat dan dapat menjawab kebutuhan pasar yang setiap saat berubah,” tegas Andre.
Penerapan Devops di Indonesia
Riset global yang dilakukan oleh CA Technologies baru-baru ini mengungkapkan bahwa 57% perusahaan di Indonesia telah mencapai tingkat kematangan DevOps lanjutan (Advanced DevOps Maturity). Persentase ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara lainnya yang terletak di wilayah Asia Pasifik dan Jepang yang rata-rata mencapai 38%. Adopsi advanced DevOps di Indonesia juga melampaui berbagai negara yang terletak di wilayah tersebut, termasuk Australia (47%), Hong Kong (33%), Singapore (27%), dan Jepang (24%).
Menurut Andre penerapan Devops di salah satu bank di Indonesia yang menjadi klien-nya telah berhasil mengembangkan salah satu produk mereka, yaitu sebuah aplikasi perbankan digital. Dengan produk ini, para nasabah dapat membuat rekening dan mengelola keuangan mereka melalui ponsel, tanpa harus berkunjung ke bank tersebut. Dengan DevOps, mereka tidak hanya mampu memberikan layanan ataupun fitur-fitur baru secara cepat kepada nasabah, namun mereka juga dapat menekan biaya opex (belanja modal).
“Bank tersebut telah menerapkan DevOps dengan baik dengan beberapa karakteristik, antara lain proses otomatisasi dan Continuous Integration dan Continuous Delivery (CI/CD). Dengan mengintegrasikan tools CI/CD seperti Jenkins untuk secara otomatis mereview, memonitor, dan memastikan konsistensi kode aplikasi dari proses pengembangan hingga produksi. Hal ini bisa mengurangi kemungkinan error yang disebabkan oleh intervensi manusia,” kata Andre
Menurut riset Accenture penerapan DevOps dapat mengurangi defect hingga 30% selama proses development lifecycle. Terlebih lagi, dengan adanya DevOps, 65% perusahaan telah mengupdate aplikasi mereka setiap tiga bulan atau lebih sering. Angka ini meningkat 17% sebelum menerapkan DevOps, di mana 48% perusahaan mengupdate aplikasi mereka setiap enam bulan atau lebih jarang.
Tentu saja dalam penerapannya tidak mudah. Menurut Andre survei 2nd Watch menjadi fakta penting bahwa keberhasilan penerapan Devops tidak sekedar penerapan tools dan metodologi yang bisa terukur. Membentuk sebuah tim Devops yang bisa berkolaborasi dengan baik antar anggotanya adalah persoalan budaya kerja yang membutuhkan proses. Tak kalah penting bagi Andre adalah perlunya edukasi terhadap seluruh TI terkait infrastruktur produksi dan pengembangan agar mereka tahu seluk beluk satu sama lain. “Kunci keberhasilan adopsi Devops terletak pada sinkronisasi antara teknologi, proses, dan SDM agar DevOps dapat berjalan dengan lancar dan berguna bagi bisnis.